MASA 01
H. HASAN GIPO
Ketua Tanfidziyah 1926-1929
Hasan Gipo yang memiliki nama lengkap Hasan Basri, dilahirkan di Kampung Sawahan pada tahun 1869, tepatnya di Jalan Ampel Masjid, yang kini menjadi Jalan Kalimas Udik.
Beliau merupakan keturunan keluarga besar dari “Marga Gipo” sehingga nama Gipo diletakkan di belakang nama Hasan.
Nama Gipo sendiri sebenarnya merupakan singkatan dari Sagipodin dari bahasa Arab Saqifuddin, Hingga kampung tempat Gipo tinggal kemudian dikenal dengan Gang Gipo dan keluarga ini mempunyai makam keluarga yang dinamai makam keluarga, makam Gipo di kompleks Masjid Ampel.
Beliau yang terlahir dari kalangan ekonomi mapan, berhasil mngenyam pendidikan ala Belanda, tanpa mengesampingkan pendidikan kepesantrenanya, jiwa-jiwa santri juga mendarah daging di urat nadinya.
Penunjukan H. Hasan Gipo sebagai Ketua Tanfidziyah NU Pertama mendapat perlakuan khusus, seperti halnya terbentuknya NU waktu itu. Pasalnya sosok H. Hasan Gipo ini merupakan sosok yang limited edition, dimana beliau menguasai ilmu umum yang didapatinya sewaktu mengenyam pendidikan di Belanda dan juga beliau dikenal sebagai satu-satunya orang dari komunitas K.H Wahab Hasbullah yang cakap dan terampil dalam membaca dan menulis tulisan latin.
Pemilihan H. Hasan Gipo sebagai Ketua Tanfidziyah mulanya berawal dari musyawarah kecil pembentuk pengurus NU yang hanya melibatkan sebagian tokoh-tokoh dari daerah Ampel, Kawatan, Bubutan, dan daerah sekitar semuanya dari Surabaya.
Dalam forum musyawarah itulah disebutkan nama H. Hasan Gipo sebagai Ketua Tanfidziyah yang pertama.
Meskipun pada masa itu, Nahdlatul Ulama masih berbentuk embrio di mana tokoh utama yang menjadi Rois Syuriah NU adalah K.H. Said dari Paneleh, Surabaya. K.H. Hasyim Asya’ri dipilih sebagai Rois Akbar Hoofd Bestuur Nahdlatoel Oelama (HBNO) dengan K.H. Wahab Hasbullah sebagai Katib ‘Am. H. Hasan Gipo menjabat kurang lebih 3 tahun.
Sebagai ketua Tanfidziyah, beliau bersama K.H. Hasyim Asya’ri, NU menunjukan diri sebagai gerakan sosial yang lebih dari sekedar usaha mempertahankan tradisi dari serangan kaum modernis, terutama yang tinggal di Surabaya pada tahun 1910-an yang didalangi oleh pedagang Minangkabau bernama Faqih Hasyim.
Hasan Gipo selain menjadi aktivis pergerakan juga menjadi seorang pedagang yang tinggal di kawasan elite Surabaya, dan hal itu sangat membantu pergerakan Kiai Wahab dan beliau yang selalu mengantar Kiai Wahab menemui aktivis pergerakan di Surabaya seperti HOS Cokroaminoto, Dr. Soetomo dan di situlah beliau Kiai Wahab dan Hasan Gipo berkenalan dengan Soekarno, Kartosuwiryo, Muso, SK Trimurti yang merupakan murid dari HOS Cokroaminoto sehingga disitulah para aktivis mulai merencanakan kemerdekaan Indonesia.
Hasan Gipo adalah orang yang enerjik, cekatan dan pemberani, pasalnya beliau pernah melabrak Muso (tokoh PKI) karena jengkel dengan kebanggaanya terhadap atheis, yang kemudian beliau menantang Muso untuk membuktikan adanya Tuhan dengan berdiri di atas rel kereta api hingga kereta datang menabrak mereka berdua.
Aktivitas Hasan Gipo terus dilanjutkan hingga menjelang wafatnya pada tahun 1934, kemudian dimakamkan di kompleks pemakaman Sunan Ampel dalam pemakaman khusus keluarga Sagipoddin.
#GenerasiMudaNU
0 Komentar